Hak Asasi Manusia Dan Negara Hukum
A. Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia atau
sering kita sebut sebagai HAM adalah terjemahan dari istilah human rights atau
the right of human. Secara terminologi istilah ini artinya adalah Hak-Hak
Manusia. Namun dalam beberapa literatur pemakaian istilah Hak Asasi Manusia (HAM)
lebih sering digunakan dari pada pemakaian Hak-hak Manusia. Di Indonesia
hak-hak manusia pada umumnya lebih dikenal dengan istilah “hak asasi” sebagai
terjemahan dari basic rights (Inggris) dangrondrechten (Belanda), atau bisa
juga disebut hak-hak fundamental (civil rights). Istilah hak-hak asasi secara
monumental lahir sejak keberhasilan Revolusi Perancis tahun 1789 dalam
“Declaration des Droits de L’homme et du Citoyen” (hak-hak asasi manusia dan
warga negara Perancis), dengan semboyan Liberte, Egalite, Fraternite. Istilah
HAM berkembang sesual dengan perkembangan zaman.
Perkembangan zaman dalam
arti perubahan peradaban manusia dari masa ke masa. Pada mulanya dikenal dengan
sebutan natural rights (hak-hak alam), yang berpedoman kepada teori hukum alam
bahwa; segala sesuatu berasal dari alam termasuk HAM. Istilah ini kemudian
diganti dengan the rights of man, tetapi akhirnya tidak diterima, karena tidaak
mewakili hak-hak wanita.
Adapun jenis –
jenis Hak Asasi Manusia yang dikenal di dunia adalah sebagai berikut:
Hak asasi
pribadi / Personal Right:
Hak kebebasan
untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat.
Hak kebebasan
mengeluarkan atau menyatakan pendapat.
Hak kebebasan
memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan.
Hak kebebasan
untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini
masing-masing.
Hak asasi
politik / Political Right:
Hak untuk
memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
Hak ikut serta
dalam kegiatan pemerintahan.
Hak membuat dan
mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya.
Hak untuk
membuat dan mengajukan suatu usulan petisi.
Hak azasi hukum
/ Legal Equality Right:
Hak mendapatkan
perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.
Hak untuk
menjadi Pegawai Negeri Sipil / PNS.
Hak mendapat
layanan dan perlindungan hukum.
Hak azasi
Ekonomi / Property Rigths:
Hak kebebasan
melakukan kegiatan jual beli.
Hak kebebasan
mengadakan perjanjian kontrak.
Hak kebebasan
menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll.
Hak kebebasan
untuk memiliki susuatu.
Hak memiliki dan
mendapatkan pekerjaan yang layak.
Hak Asasi
Peradilan / Procedural Rights:
Hak mendapat
pembelaan hukum di pengadilan.
Hak persamaan
atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata
hukum.
Hak asasi sosial
budaya / Social Culture Right:
Hak menentukan,
memilih dan mendapatkan pendidikan.
Hak mendapatkan
pengajaran.
Hak untuk
mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat.
Sementara itu, dalam konstitusi kita
UUD 1945, juga memuat jaminan perlindungan atas Hak Asasi Manusia. Menurut
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. dalam tulisannya Demokrasi dan Hak Asasi
Manusia, dari konstitusi kita, setidaknya dapat dirangkum materi perlindungan
Hak Asasi Manusia seperti berikut ini:
Setiap orang
berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Setiap
orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan
yang sah.
Setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi .
Setiap orang
berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan
berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif
itu.
untuk tidak diperbudak,
hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut
atas dasar hukum yang berlaku surut.Negara menjamin penghormatan atas identitas
budaya dan hak masyarakat tradisional selaras dengan perkem¬bangan zaman dan
tingkat peradaban bangsa.
Negara menjunjung tinggi
nilai-nilai etika dan moral kemanusiaan yang diajarkan oleh setiap agama, dan
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk dan menjalankan ajaran
agamanya.Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.Untuk memajukan, menegakkan
dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang
demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan
dalam peraturan perundang-undangan.
Untuk menjamin
pelaksanaan Pasal 4 ayat (5) tersebut di atas, dibentuk Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia yang bersifat independen menurut ketentuan yang diatur dengan
undang-un-dang.Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain
dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.Dalam
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan
yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin
peng-akuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Jika ke-27 ketentuan
yang sudah diadopsikan ke dalam Undang-Undang Dasar diperluas dengan memasukkan
ele men baru yang ber sifat menyempurnakan rumusan yang ada, lalu dikelompokkan
kembali sehingga mencakup ketentuan-ketentuan baru yang belum dimuat di
dalamnya, maka ru mus an hak asasi manusia dalam Un dang-Undang Dasar da pat
mencakup empat kelompok materi sebagai berikut:
Kelompok Hak-Hak
Sipil yang dapat dirumuskan men jadi:
Setiap orang
berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Setiap orang
berhak untuk bebas dari penyiksaan, perlakuan atau penghukuman lain yang kejam,
tidak manusiawi dan merendahkan martabat kemanusiaan.
Setiap orang
berhak untuk bebas dari segala bentuk perbu dakan.
Setiap orang
bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya.
Setiap orang
berhak untuk bebas memiliki keyakinan, pikiran dan hati nurani.
Setiap orang
berhak untuk diakui sebagai pribadi di ha dapan hukum.
Setiap orang
berhak atas perlakuan yang sama di ha dapan hukum dan pemerintahan.
Setiap orang
berhak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.
Setiap orang
berhak untuk membentuk keluarga dan melan jutkan keturunan melalui perkawinan
yang sah.
Setiap orang
berhak akan status kewarganegaraan.
Setiap orang
berhak untuk bebas bertempat tinggal di wi layah negaranya, meninggalkan dan
kembali ke negaranya.
Setiap orang
berhak memperoleh suaka politik.
Setiap orang
berhak bebas dari segala bentuk perlakuan diskriminatif dan berhak mendapatkan
perlin dungan hukum dari perlakuan yang bersifat diskriminatif tersebut.
Terhadap hak-hak sipil
tersebut, dalam keadaan apa pun atau bagaimanapun, negara tidak dapat mengurangi
arti hak-hak yang ditentukan dalam Kelompok 1 “a” sampai dengan “h”. Namun, ke
tentuan tersebut tentu tidak di mak sud dan tidak dapat diartikan atau
digunakan seba gai dasar untuk membebaskan seseorang dari penuntutan atas
pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang diakui menurut ketentuan hukum
Internasional. Pembatasan dan penegasan ini penting untuk memas tikan bahwa
ketentuan tersebut tidak dimanfaatkan secara semena-mena oleh pihak-pihak yang
berusaha membebaskan diri dari ancaman tuntutan. Justru di sini lah letak
kontro versi yang timbul setelah ketentuan Pasal 28I Perubahan Kedua UUD 1945
disahkan beberapa waktu yang lalu.
Kelompok Hak-Hak
Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya:
Setiap warga
negara berhak untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapatnya secara
damai.
Setiap warga
negara berhak untuk memilih dan dipilih dalam rangka lembaga perwakilan rakyat.
Setiap warga
negara dapat diangkat untuk menduduki jabatan-jabatan publik.
Setiap orang
berhak untuk memperoleh dan memilih pekerjaan yang sah dan layak bagi
kemanusiaan.
Setiap orang
berhak untuk bekerja, mendapat imbalan, dan mendapat perlakuan yang layak dalam
hubungan kerja yang berkeadilan.
Setiap orang
berhak mempunyai hak milik pribadi.
Setiap warga
negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak dan
memungkinkan pengembangan dirinya sebagai manusia yang ber-martabat.
Setiap orang
berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi.
Setiap orang
berhak untuk memperoleh dan memilih pendi¬dikan dan pengajaran.
Setiap orang
berhak mengembangkan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya untuk peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan
umat manusia.
Negara menjamin
penghormatan atas identitas budaya dan hak-hak masyarakat lokal selaras dengan
perkembangan zaman dan tingkat peradaban bangsa .
Negara mengakui
setiap budaya sebagai bagian dari kebudayaan nasional.
Negara
menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral kemanusiaan yang diajarkan oleh
setiap agama, dan menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk dan
menjalankan ajaran agamanya .
Kelompok Hak-Hak
Khusus dan Hak Atas Pembangunan
Setiap warga
negara yang menyandang masalah sosial, termasuk kelompok masyarakat yang
terasing dan yang hidup di lingkungan terpencil, berhak men-dapat kemudahan dan
perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan yang sama.
Hak perempuan
dijamin dan dilindungi untuk mencapai kesetaraan gender dalam kehidupan
nasional.
Setiap orang
berhak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
Kebijakan,
perlakuan atau tindakan khusus yang ber sifat sementara dan dituangkan dalam
peraturan per undangan-un dangan yang sah yang dimaksudkan untuk menyetarakan
tingkat perkembangan kelom pok tertentu yang pernah me nga lami perlakuan dis
krimi nasi dengan kelompok-kelompok lain dalam masya rakat, dan perlakuan
khusus sebagaimana di ten tukan dalam ayat (1) pasal ini, tidak termasuk dalam
pe nger tian diskriminasi sebagaimana ditentu kan dalam Pasal 1 ayat (13).
Tanggungjawab Negara Dan Kewajiban Asasi Manusia
Setiap orang
wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dalam
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan
yang dite tap kan oleh undang-undang dengan maksud semata-ma ta untuk menjamin
pengakuan dan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain serta untuk meme
nuhi tuntutan keadilan sesuai dengan nilai-nilai aga ma, moralitas dan
kesusilaan, keamanan dan keter tib an umum dalam masyarakat yang demokratis.
Negara
bertanggungjawab atas perlindungan, pema juan, penegakan, dan pemenuhan hak-hak
asasi ma nusia.
Untuk menjamin
pelaksanaan hak asasi manusia, dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang
bersifat independen dan tidak memihak yang pem bentukan, susunan dan kedu dukannya
diatur dengan undang-undang.
B. Negara Hukum
Istilah Negara Hukum
baru dikenal pada Abad XIX tetapi konsep Negara Hukum telah lama ada dan
berkembang sesuai dengan tuntutan keadaan. Dimulai dari jaman Plato hingga
kini, konsepsi Negara Hukum telah banyak mengalami perubahan yang mengilhami
para filsuf dan para pakar hukum untuk merumuskan apa yang dimaksud dengan
Negara Hukum dan hal-hal apa saja yang harus ada dalam konsep Negara Hukum.
Perkembangan
Negara Hukum sudah terjadi sejak jaman Plato dan Aristoteles. Perkembangan
konsep Negara Hukum dapat dibagi dalam 3 (tiga) bagian, yaitu:
Jaman Plato dan
Aristoteles
Plato dan
Aristoteles mengintrodusir Negara Hukum adalah negara yang diperintah oleh
negara yang adil. Dalam filsafatnya, keduanya menyinggung angan-angan
(cita-cita) manusia yang berkorespondensi dengan dunia yang mutlak yang disebut
:
Cita-cita untuk
mengejar kebenaran (idée der warhead);
Cita-cita untuk
mengejar kesusilaan (idée der zodelijkheid);
Cita-cita
manusia untuk mengejar keindahan (idee der schonheid);
Cita-cita untuk
mengejar keadilan (idée der gorechtigheid).
Plato dan Aristoteles
menganut paham filsafat idealisme. Menurut Aristoteles, keadilan dapat berupa
komunikatif (menjalankan keadilan) dan distribusi (memberikan keadilan).
Menurut Plato yang kemudian dilanjutkan oleh Aristoteles, bahwa hukum yang
diharapkan adalah hukum yang adil dan dapat memberikan kesejahteraan bagi
msyarakat, hukum yang bukan merupakan paksaan dari penguasa melainkan sesuai
dengan kehendak warga Negara, dan untuk mengatur hukum itu dibutuhkan konstitusi
yang memuat aturan-aturan dalam hidup bernegara.
Di Daratan Eropa
(menurut paham Eropa Kontinental)
Diawali pendapat dari
Immanuel Kant yang mengartikan Negara Hukum adalah Negara Hukum Formal (Negara
berada dalam keadaan statis atau hanya formalitas yang biasa disebut dengan
Negara Penjaga Malam /Nachtwakestaat). F.J. Stahl, kalangan ahli hukum Eropa
Kontinental memberikan ciri-ciri Negara hukum (rechtstaat) sebagai berikut :
Pengakuan
terhadap hak-hak asasi manusia;
Pemisahan
kekuasaan Negara;
Pemerintahan
berdasarkan undang-undang;
Adanya Peradilan
Administrasi.
Perumusan
ciri-ciri Negara Hukum yang dilakukan oleh F.J. Stahl kemudian ditinjau ulang
oleh International Commision of Jurist pada Konferensi yang diselenggarakan di
Bangkok tahun 1965, yang memberikan ciri-ciri sebagai berikut :
Perlindungan
konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individu konstitusi harus pula
menentukan cara procedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang
dijamin;
Badan Kehakiman
yang bebas dan tidak memihak;
Pemilihan Umum
yang bebas;
Kebebasan
menyatakan pendapat;
Kebebasan
berserikat/berorganisasi dan beroposisi;
Pendidikan
Kewarganegaraan.
Indonesia, dalam
Seminar Nasional Indonesia tentang Indonesia Negara Hukum
Pada tahun 1966
di Jakarta diadakan Seminar Nasional Indonesia tentang Indonesia Negara Hukum.
Yang mana salah satu hasil Seminar adalah dirumuskannya prinsip-prinsip Negara
Hukum yang menurut pemikiran saat itu, prinsip ini dapat diterima secara umum.
Prinsip-prinsip itu adalah :
Prinsip-prinsip
jaminan dan perlindungan terhadap HAM;
Prinsip
peradilan yang bebas dan tidak memihak, artinya :
Kedudukan
peradilan haruslah independen tetapi tetap membutuhkan pengawasan baik internal
dan eksternal.
Pengawasan eksternal
salah satunya dilaksanakan oleh Komisi Ombudsman (dibentuk dengan Keppres No.
44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman) yaitu Lembaga Pengawas Eksternal
terhadap Lembaga Negara serta memberikan perlindungan hukum terhadap publik,
termasuk proses berperkara di Pengadilan mulai dari perkara diterima sampai
perkara diputus.
Menurut Sri
Soemantri yang terpenting dalam Negara hukum , yaitu :
Bahwa
pemerintahan dalam menjalankan tugas dan kewajibannya harus berdasarkan hukum
atau peraturan perundang-undangan;
Adanya jaminan
terhadap hak-hak asasi manusia (warganya);
Adanya pembagian
kekuasaan dalam Negara;
Adanya
pengawasan dari badan-badan peradilan (rechterlijke controle).
Istilah negara
hukum ada yang menyebutnya dengan Rechsstaat dan ada pula disebut dengan Rule
of Law. Sarjana Eropa Kontinental menyebutnya dengan Rechsstaat. Sarjana Hukum
Anglo Saxon (Inggeris dan Amerika) menyebutkan negara hukum dengan Rule of Law.
Jadi dapat
disimpulkan bahwa negara yang berdasar atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasar
atas kekuasaan belaka (Machtsstaat) dan Pemerintahannya berdasar atas sistem
konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak
terbatas). Menurut Montesqueu, negara yang paling baik ialah negara hukum sebab
di dalam konstitusi di banyak negara mempunyai tiga inti pokok yaitu:
Perlindungan HAM; Ditetapkannya ketatanegaraan suatu negara; Membatasi
kekuasaan dan wewenang organ-organ negara.
Disamping itu
salah satu tujuan Negara Hukum adalah memperoleh setinggi-tingginya kepastian
hukum (rechtzeker heid) bagi warganya. Kepastian hukum menjadi makin dianggap
penting bila dikaitkan dengan ajaran negara berdasar atas hukum. Telah menjadi
pengetahuan klasik dalam ilmu hukum bahwa hukum tertulis dipandang lebih
menjamin kepastian hukum dibandingkan dengan hukum tidak tertulis.
C. Hubungan Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia
Perumusan
ciri-ciri Negara Hukum yang dilakukan oleh F.J. Stahl, yang kemudian ditinjau
ulang oleh International Commision of Jurist pada Konferensi yang diselenggarakan
di Bangkok tahun 1965, yang memberikan ciri-ciri sebagai berikut:
Perlindungan
konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individu konstitusi harus pula
menentukan cara procedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang
dijamin;
Badan Kehakiman
yang bebas dan tidak memihak;
Pemilihan Umum
yang bebas;
Kebebasan
menyatakan pendapat;
Kebebasan
berserikat/berorganisasi dan beroposisi;
Pendidikan
Kewarganegaraan.
Seperti
dijelaskan di atas, jelaslah bahwa sebuah Negara Hukum haruslah memiliki ciri
atau syarat mutlak bahwa negara itu melindungi dan menjamin Hak Asasi Manusia
setiap warganya. Dengan demikian jelas sudah keterkaitan antara Negara hukum
dan Hak Asasi Manusia, dimana Negara Hukum wajib menjamin dan melindungi Hak
Asasi Manusia setiap warganya.
Indonesia Dan Hak Asasi Manusia
Pada tahun 1966 di
Jakarta diadakan Seminar Nasional Indonesia tentang Indonesia sebagai Negara
Hukum. Yang mana salah satu hasil Seminar adalah dirumuskannya prinsip-prinsip
Negara Hukum yang menurut pemikiran saat itu, prinsip ini dapat diterima secara
umum. Prinsip-prinsip itu adalah:
1. Prinsip-prinsip jaminan dan
perlindungan terhadap HAM;
2. Prinsip peradilan yang bebas dan tidak
memihak.
Artinya Indonesia
sebagai Negara Hukum amatlah menghormati prinsip – prinsip penegakan HAM.
Dilihat dari segi hukum dan konstitusi, tekad bangsa Indonesia untuk menegakkan
HAM tercermin dari berbagai ketentuan yang tertuang dalam Pembukaan
Undang-undang Dasar 1945 (UUD 45) dan Pancasila, dalam Undang-undang Dasar yang
telah di amandemen, Undang-undang Nomor 39/1999 tentang HAM, Undang-undang
Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM, dan ratifikasi yang telah dilakukan terhadap
sejumlah instrumen HAM intemasional.
Dalam Pembukaan
UUD 45 dengan tegas dinyatakan bahwa “pejajahan di atas dunia harus dihapuskan
karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Dalam amandemen
kedua UUD 1945, pasal 28 telah dirubah menjadi bab tersendiri yang memuat 10
pasal mengenai Hak Asasi Manusia.
Dalam Undang-undang
Nomor 39/1999 tentang HAM telah dimuat hak asasi manusia yang tercantum dalam
instrumen utama HAM internasional, yaitu : Deklarasi Universal HAM, Konvensi
hak sipil dan politik, Konvensi hak, ekonomi, sosial dan budaya, konvensi hak
perempuan, konvensi hak anak dan konvensi anti penyiksaan. Undang-undang ini
selain memuat mengenai HAM dan kebebasan dasar manusia, juga berisi bab-bab
mengenai kewajiban dasar manusia, Komnas HAM, partisipasi masyarakat dan
pengadilan HAM.
Dalam Undang-undang
Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM khususnya dalam Bab III dinyatakan bahwa
Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan perkara
pelanggaran HAM berat.Indonesia juga telah meratifikasi sejumlah konvensi HAM
internasional, di antaranya yang terpenting adalah:
Konvensi
Penghapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), diratifikasi
dengan UU No.7 /1984.
Konvensi HAK
Anak (CRC), diratifikasi dengan Keppres No.36/1990.
Konvensi Anti
Penyiksaan (CAT), diratifikasi dengan UU No.5/1998.
Konvensi
Penghapusan Diskriminasi Ras (CERD), diratifikasi dengan UU No.29/1999.
Sejumlah (14)
konvensi ILO (Hak pekerja).
Pembentukan konstitusi
ini merupakan bentuk tanggung jawab bangsa Indonesia sebagai anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Selain itu pembentukannya juga mengandung
suatu misi mengemban tanggung jawab moral dan hukum dalam menjunjung tinggi dan
melaksanakan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh PBB
sebagai Negara Hukum, serta yang terdapat dalam berbagai instrument hukum
lainnya yang mengatur hak asasi manusia yang telah disahkan dan atau diterima
negara Republik Indonesia.
Perlindungan Hak Asasi
Manusia sudah menjadi asas pokok dalam kehidupan bernegara di Indonesia. Hal
ini terbukti dari pernyataan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dalam
pembukaannya di Alinea pertama yang menyatakan bahwa “ kemerdekaan ialah hak
segala bangsa, maka penjajahan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan”. Hal ini berarti adanya “freedom to be free”, yaitu kebebasan
untuk merdeka, dan pengakuan atas perikemanusiaan telah menjelaskan bahwa
Bangsa Indonesia mengakui akan adanya hak asasi manusia.. Prinsip-prinsip HAM secara
keseluruhannya sudah tercakup didalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
1945.
Prinsip universalitas
yang merupakan bentuk menyeluruh, artinya setiap orang / tiada seorangpun tanpa
memandang ras,agama,bahasa,kedudukan maupun status lainnya,dimana setiap orang
memiliki hak yang sama dimata hukum, namun prinsip universalitas tidak
keseluruhannya terkandung dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945,
hal ini dibuktikan dari pernyataan di dalam pembukaannya yaitu: “melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia ”Hal ini berarti
Negara hanya bertanggung jawab kepada hak dari seluruh warga Indonesia saja.
Begitu juga dengan beberapa pasal yang mengistilahkan “setiap warga Negara /
tiap-tiap warga Negara”, seperti pada pasal 27 ayat (1), (2), pasal 30 ayat
(1),pasal 31 ayat (1) Padahal yang dimaksudkan sebagai prinsip universal adalah
ketentuan hak yang berlaku bagi semua orang, bukan terbatas pada wilayah
tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar