Senin, 19 Maret 2012

Mitos Lawang Sewu


Definisi Mitos

Ada beberapa pengertian mitos yang diungkapkan oleh para sejarawan. Dari beberapa pengertian itu dapat disimpulkan bahwa: Mitos adalah cerita prosa rakyat yang ditokohi para dewa atau makhluk setengah dewa yang terjadi di dunia lain (kayangan) dan dianggap benar-benar terjadi oleh empunya cerita atau penganutnya. Mitos pada umumnya menceritakan tentang terjadinya alam semesta, dunia, bentuk khas binatang, bentuk topografi, petualangan para dewa, kisah percintaan mereka dan sebagainya. Mitos itu sendiri, ada yang berasal dari Indonesia dan ada juga yang berasal dari luar negeri. Mitos juga merujuk kepada satu cerita dalam sesebuah kebudayaan yang dianggap mempunyai kebenaran mengenai sesuatu perkara yang pernah berlaku pada suatu masa dahulu. Ia dianggap sebagai satu kepercayaan dan kebenaran mutlak yang dijadikan sebagai rujukan. Ia selalunya satu dogma yang dianggap suci dan mempunyai konotasi upacara.
Mitos yang berasal dari luar negeri pada umumnya telah mengalami perubahan dan pengolahan lebih lanjut, sehingga tidak terasa asing lagi yang disebabkan oleh proses adaptasi karena perubahan jaman. Menurut Moens-Zoeb, orang Jawa bukan saja telah mengambil mitos-mitos dari India, melainkan juga telah mengadopsi dewa-dewa Hindu sebagai dewa Jawa. Di Jawa Timur misalnya, Gunung Semeru dianggap oleh orang Hindu Jawa dan Bali sebagai gunung suci Mahameru atau sedikitnya sebagai Puncak Mahameru yang dipindahkan dari India ke Pulau Jawa. Mitos di Indonesia biasanya menceritakan tentang terjadinya alam semesta, terjadinya susunan para dewa, terjadinya manusia pertama, dunia dewata, dan terjadinya makanan pokok.
Mitos sangat berpengaruh bagi kehidupan masyarakat. Ada masyarakat yang mempercayai mitos tersebut, ada juga masyarakat yang tidak mempercayainya. Jika mitos tersebut terbukti kebenarannya, maka masyarakat yang mempercayainya merasa untung. Tetapi jika mitos tersebut belum terbukti kebenarannya, maka masyarakat bisa dirugikan.
“Mite adalah cerita yang mempunyai latar belakang sejarah, dipercayai oleh masyarakat sebagai cerita yang benar-benar terjadi, dianggap suci, banyak mengandung hal-hal yang ajaib, dan umumnya ditokohi oleh dewa” (Kridalaksana, 2002: 749).
Pengertian antara mite dan mitos berbeda satu sama lain. “Mitos adalah cerita suatu bangsa tentang dewa dan pahlawan zaman dahulu, mengandung penafsiran tentang asal-usul semesta alam, manusia, dan bangsa tersebut mengandung arti mendalam yang diungkapkan dengan cara gaib” (Kridalaksana, 2002: 749). Lain halnya dengan pengertian memitoskan. “Memitoskan adalah mengeramatkan, mengagungkan secara berlebih-lebihan tentang pahlawan, benda, dan sebagainya; menjadikan mitos; mendewakan; kecenderungan seseorang perlu dicegah. Sedangkan pemitosan yaitu cara, perbuatan menjadikan mitos, pendewaan” (Kridalaksana, 2002: 749). Hartoko (1986: 88) menyebutkan, “Mitos berasal dari bahasa Yunani yaitu mythos yang artinya adalah kata yang diucapkan. Pengertian kata mitos secara keseluruhan adalah cerita mengenai dewa-dewa, pahlawan-pahlawan dari zaman baheula. Lewat tradisi lisan yang panjang akhirnya mengendap dalam berbagai macam jenis sastra.”
Sudjiman (ed.) (1984;50) memberikan pengertian mitos yakni, “Cerita rakyat legendaris atau tradisional,
*      Unsur Budaya Dalam Novel Lawang Sewu
Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama:
•    Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
•    Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
Dari kedua jenis wujud kebudayaan tersebut, dalam novel ini terdapat unsur kebudayaan yang berupa kebudayaan non material. Diantara unsur-unsur kebudayaannya adalah :
*      Mythos :  cerita yang mempunyai latar belakang sejarah, dipercayai oleh masyarakat sebagai cerita yang benar-benar terjadi, dianggap suci, banyak mengandung hal-hal yang ajaib, dan umumnya ditokohi oleh dewa” (Kridalaksana, 2002: 749).
Adapun mythos yang terdapat dalam novel ini adalah kepercayaan bahwa gedung lawang sewu dalam novel ini sangat mistis dan mempunyai berbagai macam pantangan bagi yang ingin memasukinya. Menurut novel ini, ada beberapa larangan bagi sorang yang ingin memasukinya, diantaranya tidak boleh kencing di gedung itu,


Bukti Mengapa Mitos di percayaan masyarakat

Konon, misteri tak terpecahkan itu berkaitan dengan keberadaan makhluk halus yang menghuni Lawang Sewu. Jumlahnya mencapai puluhan, dan itu pun susah dideteksi bagaimana kisahnya hingga mereka menjadi penghuni Lawang Sewu.
Gedung peninggalan Belanda itu sampai sekarang nampak megah jika dipandang dari bundaran monumen Tugu Muda. Wujud bangunannya kokoh, artistik, dan bergaya Eropa. Siapa saja tentu akan percaya kalau bangunan bersejarah itu dihuni oleh segerombolan makhluk halus. Pasalnya, selain bangunan tua, sudah lama gedung berpintu sekitar 1.000 (sewu, red) ini dibiarkan kosong dan tak berpenghuni. Membuat sawab sekitar mudah dimasuki oleh lelembut maupun makhluk gaib dari alam maya.
Sayangnya, pemerintah setempat sekarang kurang peka terhadap keberadaan gedung tua ini. Bangunan Lawang Sewu dianggap tak ubahnya barang rongsok yang tidak ada gunanya. Terkesan kumuh dan kotor, bahkan kalau malam sama sekali tidak ada penerangan di dalam gedung. Mungkin karena telantar membuat bangunan ini bertambah angker. Seperti wingit hingga kalau malam hari tidak ada orang yang berani lewat di depat gedung. Apalagi, sampai berani masuk ke halaman Lawang Sewu.

Contoh kepercayaan pada Mitos

Hanya Soeranto semata yang sudah bertahun-tahun tinggal di pelataran gedung Lawang Sewu. Selama itu pula, Soeranto mengaku sudah tidak terhitung lagi berapa kali dia mengalami kejadian-kejadian aneh jika malam hari. Aneka rupa dan bentuk makhluk gaib menunggu gedung sudah pernah dia pergoki. Sejauh itu, berkat pengabdian Soeranto untuk menjaga gedung, dia tidak pernah gentar menghadapi lelembut penghuni setempat.
“Macam-macam wujud jelmaan penunggu sini (Lawang Sewu, red) pernah saya temui. Mulai wujudnya yang seram, begis, sampai yang lucu-lucu,” aku Soeranto. Sampai-sampai mengenai prilaku para lelembut setempat Soeranto sangat hafal betul. Termasuk ketika akan memunculkan bentuk aslinya, ada tanda-tanda khusus yang lebih dulu disampaikan para lelembut.
“Biasanya ada yang diawali dengan hembusan angin agak kencang, semilir, sampai ada yang mengeluarkan bau-bauan. Ada yang bau wangi, bau menyan, bahkan ada yang mengeluarkan bau agak busuk,” tandasnya.
Kemunculan makhluk halus ditengarai adalah arwah tentara Belanda dan Jepang itu masing-masing punya daerah kekuasaan sendiri-sendiri. Seperti di pintu depan paling barat, menurut Soeranto disitu diperkirakan dikuasai oleh sosok hantu tentara Belanda. Setiap kali muncul lelembut yang dicurigai sebagai arwah orang Belanda ini selalu mengenakan pakaian seragam serdadu lengkap dengan senapan laras panjang. Ada yang berada di pintu belakang paling timur. Termasuk menempati beberapa pintu kamar, dan ruang di lantai dua.
Lain lagi di salah satu ruang paling depan yang ditengarai dulunya menjadi pos penjagaan tentara, di sekitar tempat itu dikuasai oleh sosok lelembut yang berwujud serdadu Jepang. Khusus makhluk gaib yang satu ini, menurut Soeranto terlihat bengis dan kejam. Kumisnya panjang melintang dengan ke mana-mana selalu membawa sebilah samurai panjang.


Daftar Pustaka


Tidak ada komentar:

Posting Komentar